Otomotif

Mengapa Uji Tabrak Mobil Menggunakan Kecepatan 64 Km bukanlah 120 Km?

Quantavillage.com – JAKARTA – Uji tabrak yang dimaksud dijalankan oleh organisasi keselamatan rata-rata menggunakan kecepatan terpencil lebih banyak rendah dibandingkan dengan batas kemampuan berlari kendaraan, yaitu pada kecepatan 64 km/jam tidak 120 km/jam. Ternyata hal itu tidak tanpa alasan.

JPost mengutip Awal Minggu (25/03/2024), selama bertahun-tahun, kesepakatan dengan telah dilakukan disepakati antara Europa Safety Organization Euro NCAP kemudian Insurance Institute fot Highway Safety (IIHS). Mereka memilih melakukan uji tabrak frontal pada mobil baru dengan kecepatan semata-mata 64 km/jam.

Kecepatan 64 km/jam dianggap sebagai kecepatan tinggi ketika bertabrakan, kenyataannya kecepatan itu masih relatif rendah apabila dibandingkan kecepatan legal di dalam sebagian besar jalan raya di dalam dunia. Di Amerika Serikat umumnya 112 km/jam serta di dalam sebagian besar Eropa 130 km/jam, bahkan di area Jerman masih terdapat jalan raya tanpa batasan kecepatan mirip sekali.

Alasan mengapa uji tabrak diadakan pada kecepatan yang dimaksud jarak jauh lebih tinggi rendah baru-baru ini dijawab oleh IIHS. Raul Arbelaez, perwakilan presiden lembaga tersebut, menjelaskan tindakan yang digunakan diambil adalah fokus pada kecelakaan yang umum terjadi dibandingkan kecelakaan yang mana paling parah.

“Kecepatan pengujian kami menangkap kecepatan menengah dari kecelakaan di area dunia nyata, pada mana kami mengetahui ada cedera kritis dan juga parah,” ujar Arbelaez. “Ada kecelakaan yang lebih banyak parah, tapi kami fokus pada kecelakaan yang digunakan lebih besar umum”.

Lembaga yang dimaksud menyajikan gambar dari uji tabrak yang tersebut diadakan pada Honda CR-V pada kecepatan 64 km/jam lalu pada kecepatan 80 km/jam, tiada menunjukkan perbedaan tingkat kehancuran yang tersebut signifikan. Arbelaz menjelaskan, tabrakan dengan kecepatan tinggi justru dapat menyebabkan produksi mobil yang dimaksud kurang memberikan pengamanan bagi penumpang.

“Ada beberapa konsekuensi yang mana tidak ada diinginkan terkait dengan hal ini, termasuk penurunan keselamatan pada kecelakaan dengan tingkat keparahan lebih tinggi rendah,” ujar Arbelaz.

“Apa yang tersebut terjadi adalah kendaraan pada akhirnya harus lebih tinggi kaku agar dapat menghadapi kecelakaan yang dimaksud tambahan parah, dan juga hal ini akan mengorbankan pemeliharaan pada kecepatan yang tersebut lebih lanjut rendah”.

Kesimpulannya, kata Arbelaz, pada kecepatan tinggi pada jalan raya, tingkat proteksi yang digunakan diberikan mobil terhadap penumpang lebih tinggi rendah dibandingkan dengan yang diberikan pada kecepatan 60-80 km/jam.

MG/Maulana Kusumadewa Iskandar

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button