Kesehatan

Stop TB Partnership Indonesia Perkuat Support menghadapi Upaya Penanggulan Tuberkolosis di area Tanah Air

Quantavillage.com – JAKARTA – Stop TB Partnership Indonesia (STPI), sebuah organisasi yang digunakan berazam di upaya penanggulangan Tuberkulosis (TBC), menguatkan dukungan terhadap inisiatif untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat, sejalan dengan peran aktifnya pada memerangi permasalahan kemampuan fisik warga yang tersebut mendesak, termasuk TBC.

Dengan lebih lanjut dari 1.060.000 perkara TBC pada 2023, termasuk 31.000 persoalan hukum TBC Resisten Jalan keluar (TRO) pada 2022, tantangan terapi TBC semakin kompleks, teristimewa bagi penderita TBC Resisten Jalan keluar (ODTBC-RO) yang menghadapi durasi perawatan panjang juga risiko efek samping obat yang digunakan merugikan.

STPI mengakui pentingnya kemitraan juga perubahan di penanggulangan TBC. Dalam hal ini, STPI berperan di menguatkan dukungan lalu keterlibatan berbagai pihak dan juga organisasi kemampuan fisik di area Indonesia, termasuk lembaga pemerintah, swadaya masyarakat, organisasi profesi, mitra internasional, BUMN, layanan kesehatan, hingga organisasi mahasiswa.

Selain itu, STPI juga turut berperan pada mengedukasi warga tentang TBC juga memobilisasi partisipasi berpartisipasi di upaya penanggulangan penyakit ini.

Dalam upaya meningkatkan kekuatan komitmen penanggulangan TBC pada Indonesia, STPI mengadakan berbagai acara dan juga kampanye, termasuk kegiatan diskusi edukasi bertema “Menjelang 6 Tahun Target Eliminasi TBC, Indonesia Berkomitmen Perkuat Inovasi & Kemitraan”. STPI juga melibatkan berbagai stakeholder terkait di diskusi tersebut, di area antaranya Dr. dr. Maxi Rein Rondonuwu, D.H.S.M., M.A.R.S selaku Direktur Jendral Pencegahan juga Pengendalian Penyakit Kemenkes RI; dr. Nurul N. Luntungan selaku Ketua Yayasan Stop TB Partnership Indonesia; dr. Ahmad Fuady, M.Sc., Ph.D. selaku Peneliti TBC Indonesia; serta Yulinda S., Manajer Kasus TBC RO RSUP Persahabatan.

“Tidak dapat dipungkiri bahwa mengatasi tuberkulosis memerlukan upaya keras kemudian kesabaran yang tersebut besar, namun hasilnya adalah kesembuhan yang mana sangat berharga,” kata Nurul N. Luntungan.

Selain membutuhkan bantuan obat-obatan lalu pengawasan yang ketat, penderita TBC juga harus mendapatkan dukungan secara moril dari kerabat terdekatnya.

Dokter Ahmad Fuady, M.Sc., Ph.D. selaku Peneliti TBC Indonesia menambahkan, tiada ada orang pun yang menginginkan sakit, juga perlu diakui bahwa individu yang dimaksud mengidap tuberkulosis adalah bagian dari masyarakat.

“Oleh dikarenakan itu, penting untuk menguatkan aspek pencegahan penyakit guna mengempiskan risiko terkena penyakit tersebut. Namun ketika sudah ada terjadi, kolaborasi pada proses penyembuhan menjadi kunci penting,” ungkapnya.

Melihat adanya kerja keras antara pemerintah, organisasi non profit, lembaga masyarakat, lalu lain-lain di memerangi penyakit TBC, hal ini patut diapresiasi. Namun, tidaklah boleh berhenti sampai pada di lokasi ini saja.

Harapannya, STPI sebagai organisasi non-profit yang digunakan berfokus pada penyakit TBC akan dapat terus-menerus menjadi jembatan untuk memberantas tuberkolosis demi menuju Indonesia yang mana tambahan sehat.

“Kami berharap STPI dapat bekerja mirip dengan berbagai pihak di area kemudian hari, seperti dari instansi pemerintah maupun sektor swasta, di upaya menurunkan bilangan bulat kejadian tuberkulosis,” tutup Yulinda, Manajer Kasus TBC RO RSUP Persahabatan Jakarta.

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button