Kesehatan

Hari Obesitas Sedunia 2024: Tak Sekadar Salah Gaya Hidup, Otak serta Lingkungan Juga Bisa Bikin Orang Jadi Kegemukan

Quantavillage.com – Memperingati World Obesity Day atau Hari Obesitas Sedunia 2024 pada 4 Maret mendatang, ahli gizi klinik menegaskan obesitas tidak hanya sekali hambatan gaya hidup, tapi juga pengaruh otak dan juga lingkungan sehingga menciptakan tubuh sulit mengatur nafsu makan.

Wakil Ketua Himpunan Studi Obesitas Indonesia (HISOBI) Dr.dr.Gaga Irawan Nugraha, Sp.GK(K) mengungkapkan sejumlah orang salah kaprah memandang obesitas, serta cenderung semata-mata menyalahkan perilaku orang tersebut. Padahal faktanya, lingkungan juga mempengaruhi seseorang terkena obesitas.

Pengaruh lingkungan yang dimaksud menyebabkan seseorang terkena obesitas inilah, kata Dr. Gaga, pihak keluarga, teman kerabat hingga pemerintah juga harus terlibat bertanggung jawab membantu seseorang mengatasi obesitas yang dimaksud dideritanya.

“Misalnya ada istri lagi ingin diet, tapi suaminya setiap pulang kerja setiap saat ajak makan di malam hari di dalam luar. Itu kan lingkungan yang membentuk perempuan yang dimaksud kesulitan mengontrol nafsu makannya, apabila bukan mendapat dukungan keluarga,” ungkap Dr. Gaga pada acara diskusi Hari Obesitas Sedunia oleh Novo Nordisk di dalam Ibukota Indonesia Selatan, hari terakhir pekan (1/3/2024).

Obesitas adalah kondisi yang menggambarkan seseorang mempunyai badan berlebih, kegemukan, serta mengandung berbagai lemak pada tubuhnya.

Mirisnya, obesitas bukanlah sekadar penumpukan lemak lantaran kegemukan biasa, lantaran apabila dibiarkan dapat mengakibatkan 2 kali lipat serangan jantung koroner, stroke, penyakit gula melitus (kencing manis), kemudian hipertensi (tekanan darah tinggi).

Termasuk juga, kata Dr. Gaga, sebaiknya tidak ada mendiamkan anak maupun orang dewasa yang grafik berat badan atau pertumbuhannya berada di tempat garis merah, khususnya apabila sudah ada berat badan berlebih untuk segera dibawa ke infrastruktur kebugaran untuk mendapat intervensi dokter.

“Jadi dokter biasanya akan memberikan tiga pilar penanganan obesitas, yaitu intervensi perilaku dengan bantuan psikolog untuk mengubah pola hidup dan juga diatur makannya. Lalu yang digunakan kedua terapi anti obesitas dengan bantuan obat, hingga tindakan terakhir dengan metode pembedahan (operasi),” papar Dr. Gaga.

Selain faktor lingkungan, dokter gizi klinik alumni Universitas Padjadjaran (Unpad) itu juga mengingatkan pengaruh otak yang tersebut tak bisa saja diabaikan, khususnya pada waktu penyandang obesitas memutuskan mengonsumsi suatu makanan.

Kata Dr. Gaga, otak merupakan pusat pengaturan nafsu dan juga perilaku makan seseorang yang dipengaruhi homeostatic eating (sinyal lapar), hedonic eating (kesenangan mengonsumsi makanan), serta homeostatic eating (keputusan untuk makan).

“Walaupun terapi gizi medis serta aktivitas fisik merupakan dasar untuk mengurus obesitas, hal ini tak cukup bagi sejumlah pasien. Kita perlu menyediakan penanganan obesitas yang mana lebih tinggi komprehensif di dalam Indonesia, beralih dari yang mana tadinya berfokus semata-mata pada indeks massa tubuh (IMT, atau body mass index, BMI) menjadi berfokus pada penanganan komplikasi terkait obesitas,” pungkas Dr. Gaga.

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button